Kolonialisme di Pulau Bangka cukup banyak meninggalkan bangunan-bangunan yang bersifat monumental seperti di kota-kota besar di Indonesia umumnya. Bangunan-bangunan itu banyak yang berbentuk rumah tinggal yang bersifat pribadi maupun bangunan publik. Dari hasil kegiatan pendataan yang telah dilakukan oleh Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Jambi diketahui bahwa sisa-sisa peninggalan masa kolonial itu diantaranya adalah bangunan yang berfungsi sebagai sarana pertahanan seperti benteng dan pagar kota. Selain itu, juga terdapat bangunan publik seperti gereja, gedung pemerintahanan, kantor perusahaan, pabrik dan kuburan Belanda/kerkoft seperti di Pangkal Pinang, Mentok maupun Toboali.
Beberapa benteng tinggalan dari masa kolonial yang masih dapat terlihat keberadaannya di Pulau Bangka saat ini adalah Benteng Tempilang, Benteng Koto Panji Belinyu dan Benteng Toboali, sedangkan benteng Kota Mentok yang berupa pagar mengelilingi kota hanya tinggal sebagian yang dapat terlihat keberadaannya. Kota Pangkal Pinang sebagai lokasi residen Bangka bertempat tinggal tidak ditemukan adanya benteng pertahanan, mungkin mengingat saat dibangunnya Kota Pangkal Pinang keadaan pemerintahan sudah cukup stabil dari pemberontakan pejuang rakyat Bangka, seperti yang terkenal dengan tokoh Dipati Amir. Untuk mempertahankan kepentingannya di pulau Bangka, terlihat upaya Belanda dalam membuat beberapa benteng dan pos pertahanan di beberapa daerah. Dari sekian peninggalan benteng tersebut tampaknya benteng Toboali merupakan sisa tinggalan benteng yang masih cukup lengkap keadaannya dibanding tinggalan benteng lainnya
1. Latar sejarah dan lingkungan Benteng Toboali
Benteng Toboali berada di Kelurahan Tanjung Ketapang, Kecamatan Toboali, Kabupaten Bangka Selatan, Propinsi Bangka Belitung. Benteng ini terletak di sebuah bukit kecil yang menghadap langsung ke pantai dengan ketinggian 18 meter diatas permukaan laut.
)
Benteng ini masih sangat sedikit mendapatkan tindakan secara arkeologis, baik berupa penelitian, pemerian, penggambaran, pemetaan maupun studi teknis. Hal yang telah dilakukan adalah mendata singkat bangunan benteng ini dan menempatkan seorang juru pelihara untuk menjaga bangunan ini. Dilihat dari data sejarah, keberadaan benteng ini dibangun pada tahun 1825, hal ini terlihat dari sebuah gambar rencana pembangunan benteng ini yang tertulis tahun 1825. Perkembangannya kemudian bangunan ini pernah dikuasai Jepang antara tahun 1942-1945. Kemudian pada masa kemerdekaan bangunan ini diperuntukan untuk Kepolisian Distrik Toboali, yang kemudian berganti nama menjadi Kepolisian Sektor Toboali pada tahun 1980an hingga akhirnya Polsek tersebut dipindahkan keluar benteng atau tepatnya dipindahkan ke depan lapangan kira-kira 50 meter sebelah utara benteng.
Posisi keberadaan benteng ini terletak pada suatu tempat yang strategis. Di sebelah selatan benteng terlihat Laut Jawa, dan agak ke sebelah barat diperuntukan untuk pelabuhan Bom Pendek, dahulu pelabuhan ini terlihat lebih ke arah timur (terdapat bekas bangunan dermaga kapal). Di sekitar pantai bagian selatan ujung pulau Bangka ini juga tampak keberadaan Mercusuar pantai. Sebelah timur terdapat bangunan asrama polisi yang menilik ciri dan cerita masyarakat setempat juga merupakan bangunan yang telah lama berdiri. Sedangkan pada bagian utara terdapat sebuah lapangan yang cukup luas yang menjadi halaman depan bagi beberapa bangunan tua masa kolonial seperti kantor wedana, dan tiga bangunan bergaya kolonial lainnya yang belum diketahui fungsinya. Di bagian utara ini pula terdapat bangunan-bangunan penting lainnya seperti bangunan perusahaan timah Bangka, rumah sakit, kantor Pos, Pecinan, Pasar, Kelenteng Dewi Sin Mu dan juga beberapa bangunan tradisional masyarakat pribumi beserta mesjid lama yang sudah mengalami perubahan total. Diperkirakan pembangunan benteng Toboali dimaksudkan untuk menjaga kepentingan Belanda di wilayah Bangka Selatan terutama yang berkaitan dengan penguasaan terhadap pertambangannya timah.Berdasarkan fakta sejarah di ketahui bahwa timah di Bangka ditemukan pertama kali pada tahun 1709 di penggalian di Sungai Olin, Kecamatan Toboali oleh orang-orang dari Johor. Kemudian pada tanggal 2 Juni 1722 Belanda memperoleh hak istimewa untuk menguasai perdagangan timah dari Kerajaan Palembang Darussalam secara monopoli. Setelah Kerajaan Palembang berhasil di tahlukkannya, terjadi perseteruan yang semakin menajam dan mengarah pada ”perang timah”, pada etnis-etnis pendatang maupun penduduk setempat.
Pemerintah kolonial Belanda pada 1819 mengeluarkan Tin Reglement (TI) yang berisi bahwa :
1) PenambanganTimah di Bangka langsung di bawah kekuasaan Residen;
2) Timah adalah monopoli penuh pemerintah
Belanda;
3) Tambang timah partikelir dilarang sama sekali.
Belanda merasa harus mengawasi secara langsung pengelolaan timah mulai dari pertambangan, pengolahan hingga pengangkutannya yang dilakukan oleh Perusahaan Pertambangan Timah Bangka. Penambangan timah di Bangka didominasi pekerja asal China. Sejarah pertambangan ini juga tidak sepi dari berbagai permasalahan seperti pemogokan, pemberontakan hingga perompakan di laut. Maka untuk mengurus kelompok-kelompok etnis ini Belanda menerapkan sistem kepemimpinan di antara mereka dengan mengangkat seorang kapiten atau Mayor. Bukti tinggalan berupa rumah mayor tampak di kawasan pecinan sebelah utara benteng.
Belanda sendiri harus tetap memperkuat sistem pertahanan untuk menunjang kestabilan wilayah jajahannya, maka di buatlah benteng ini di tahun 1825 sebagai penjaga kekuatan pemerintahanan di sana. Strategis memang posisi benteng ini sebagai sebuah bangunan pertahanan, keberadaannya di sebuah bukit kecil dengan ketinggian 18 meter dari permukaan laut dan berdiameter kurang lebih 50 meter dapat melihat secara ke segala penjuru arah. Dari atas benteng ini dapat mengamati secara jelas Kota Toboali dan sekitarnya. Segala kejadian di Kota Toboali dapat terpantau dari atas benteng ini. Ke arah pantai dapat memantau laut dan pantai sekitarnya. Setiap gerakan dari segala penjuru baik dari Kota Toboali maupun dari arah laut dapat terdeteksi sedini mungkin. Dalam kondisi mendesak jika terjadi serangan terhadap kepentingan kolonial di Kota Toboali mereka bisa mundur dan bertahan di sekitar benteng, sedangkan jika terpaksa harus meninggalkan benteng, kapal-kapal mereka telah siap menjemput mereka di pelabuhan yang tepat di sebelah selatan turun langsung dari benteng. Namun kisah seperti ini tidak pernah terjadi, nampaknya Kolonial Belanda cukup aman tinggal di Kota Toboali, hingga akhirnya mereka harus terusir akibat runtuhnya kekuasaan Belanda di Indonesia setelah kalah perang dengan Jepang di tahun 1942.
Saat ini Benteng Toboali tidak dipergunakan lagi untuk kegiatan apapun, kondisi ini menyebabkan keadaan bangunan menjadi cukup terbengkalai dan kurang terurus. Pada saat dikelola oleh Polsek Toboali memang pernah ada upaya untuk menjadikan Benteng ini menjadi tempat rekreasi, Posisinya yang indah dan angin lautnya yang sejuk menjadikan tempat ini sangat layak menjadi tempat beristirahat. Terdapat beberapa sisa tanaman hias dan kelengkapan taman seperti tempat duduk dan patung-patung buatan yang tampak terlihat di tebing selatan benteng yang menghadap ke laut. Pernah pula salah satu bangunannya dijadikan arena konser musik para remaja Kota Toboali. Namun seiring dengan pergantian kepemimpinan di Polsek Toboali berganti pula kebijakan untuk pengelolaan situs ini, hingga sepi seperti saat ini.
Beruntung saat ini Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Jambi telah menempatkan seorang juru pelihara untuk mengurus kebersihan dan keamanan situs purbakala ini. Namun mengingat luasnya wilayah situs Benteng Toboali yang menjadi tanggung jawabnya, menjadikan juru pelihara tersebut cukup kewalahan memenuhi tanggung jawabnya membersihkan dan mengamankan situs. Perlu diketahui saat ini kondisi benteng banyak ditumbuhi oleh pohon-pohon besar dan semak belukar. Pohon-pohon besar tersebut banyak di antaranya yang tumbuh di bagian dalam halaman, bagian dalam ruangan atau bahkan membelit dinding bangunan dengan akar-akar besarnya.
2. Kondisi Benteng
Kondisi bangunan benteng Toboali saat ini sudah tidak utuh lagi. Hampir semua bangunan sudah tidak mempunyai atap lagi, sebagian dinding bangunannya bahkan telah roboh atau dibelit oleh akar pohon, dan sebagian lagi memang sudah roboh sama sekali dan menyisakan bagian lantai dan pondasi. Dinding utama keliling Benteng yang di beberapa bagian menyatu dengan dinding bangunan, masih terlihat utuh di bagian timur, sebagian utara, bagian barat dan sebagian selatan. Ketebalan dinding utama benteng adalah 90-120 cm. Dinding benteng ini bagian bawahnya lebih besar dari bagian atas dengan ketinggian 3 meter. Tampaknya tidak semua bagian dari sekeliling benteng ini didirikan dinding yang tinggi. Di bagian selatan yang menghadap ke arah laut Jawa dinding benteng hanya dibuat setinggi pondasi saja, bahkan saat ini pondasi dinding bangunan tersebut tidak terlihat. Yang tampak saat ini adalah terdapatnya batu-batu alam berukuran besar yang tampak menahan lereng bukit benteng ini agar tidak jatuh ke pantai. Kemudian pada lereng bukit bagian selatan ini untuk lebih kuat menahan terjadinya erosi tanah ke bagian bawah disusunlah batu-batu alam (andesit) yang berukuran lebih kecil untuk menahannya
Bentuk-bentuk dinding keliling benteng ini bermacam-macam, di bagian utara yang menghadap ke arah kota Toboali dinding dibuat tinggi dan tebal, sedangkan di bagian timur, sebagian barat dan sebagian selatan dibuat tinggi mengikuti dinding bangunan-bangunan yang di dalamnya. Di bagian barat benteng dibuat agak menjorok jauh keluar dan seperti membentuk lorong tersendiri, dan di bagian ujung dari lorong tersebut dibentuk dinding yang berbentuk menyudut dengan tinggi 2 meter. Pada bagian tengah dinding menyudut ini terdapat sebuah pintu keluar. Di depan pintu keluar terdapat tonjolan batu besar yang menjadi lantainya.
Kamis, 16 Oktober 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar